Djarot serta Edy Bersimpati JR Saragih Tidak berhasil Maju di Pilgub Sumut

Djarot serta Edy Bersimpati JR Saragih Tidak berhasil Maju di Pilgub Sumut

Dua calon Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi serta Djarot Saiful Hidayat mengungkap simpati pada JR Saragih. Hal tersebut karena JR Saragih tidak dapat melaju ke Pilgub Sumut 2018.

” Pak JR itu teman dekat saya, pasti kami bersimpati. Sistem yang tahu pasti KPU, ” kata Djarot di Hotel Grand Mercure, Medan, Selasa (13/2/2018).

Hal yang sama disebutkan Edy. Ia juga mengakui prihatin atas tidak berhasil majunya JR-Ance di Pilgub Sumut. Walau sekian, ia tetaplah optimis dapat memperoleh nada serta jadi gubernur.

” Saya begitu prihatin dengan Pak JR. Semua miliki harapan untuk membuat Sumatera Utara. Tapi ini satu ketetapan KPU yang miliki wewenang. Berapakah cagub juga kami sukai, ” terang Edy di tempat yang sama.

KPU Sumatera Utara terlebih dulu menyebutkan pasangan JR Saragih serta Ance Selian tidak lolos pendaftaran. Satu diantara prasyarat jadi calon gubernur tidak tercukupi oleh JR Saragih.

” Karna ada satu diantara prasyarat calon gubernur, yakni legalisasi ijazah yang berkaitan, hingga berdasar pada regulasi, sesuai sama ketentuan, yang berkaitan tidak dapat diputuskan jadi pasangan calon karna tidak penuhi prasyarat, ” kata Ketua KPU Sumut Mulya Banurea.

Dengan itu, Pilgub Sumut dibarengi dua gunakan calon gubernur serta wagub. Keduanya yaitu Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Ijeck) serta Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus.

Pada undian nomor urut pilgub, pasangan Edy-Ijeck memperoleh nomor urut 1. Sedang Djarot-Sihar memperoleh nomor urut 2.

Argumen PPP Tolak Disahkannya Revisi UU MD3

Argumen PPP Tolak Disahkannya Revisi UU MD3

Sekretaris Jenderal atau Sekjen PPP Arsul Sani mengungkap argumen partainya pilih walkout waktu Revisi Undang-Undang Nomor 17 Th. 2014 mengenai MPR, DPR, DPD serta DPRD atau UU MD3 disahkan.

” Komunitas rapat paripurna yang ingin mengesahkan undang-undang kami tidak ingin bertanggungjawab serta turut mengesahkan, menyepakati satu rancangan undang-undang jadi undang-undang sudah telanjang bulat itu tidak mematuhi konstitusi, ” tutur Arsul di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (12/2/2018).

Dia menyebutkan, revisi UU MD3 tidak mematuhi hak konstitusional DPD. ” Yang ke-2 itu tidak mematuhi putusan MK Nomor 117 th. 2009, itu kan bolak-balik telah kami berikan, ” ucap Arsul.

Selain itu juga, lanjut dia, terdapat banyak pasal yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan DPR serta hak imunitas. Keduanya, masih tetap memperoleh sorotan dari orang-orang.

” Kami menginginkan supaya panja ini (revisi UU MD3) di Baleg ini seperti panja RKUHP, kan tidak tergesa-gesa itu, ” papar dia.

Termasuk, kata Arsul, masalah menambahkan kursi pimpinan. Ia mempertanyakan kenapa mesti tergesa-gesa.

” Lah ya maka dari itu apa yang perlu diburu-buru. Katakanlah untuk tunda, memperdebatkan kembali, membahas kembali, katakanlah hingga masa sidang mendatang, apa masalahnya juga, mengapa mesti tergesa-gesa, ” tutur dia.

Arsul menyatakan tak ada urgensi revisi UU MD3 ini selekasnya disahkan oleh Parlemen jadi UU.

” Memanglah tak ada urgensinya untuk tergesa-gesa. Terlebih yang berkaitan pasal-pasal yang dikritisi oleh orang-orang yang kita ketahui itu juga kebutuhannya lebih ke depan dari pada kebutuhan sekarang ini, ” terang Arsul.

Di setujui 8 Fraksi

Walau diwarnai tindakan walkout PPP serta Nasdem, UU MD3 ini resmi disahkan oleh pimpinan rapat paripurna. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon jadi pimpinan rapat paripurna kesempatan ini segera mengetuk palu sinyal disahkannya UU.

Delapan fraksi yang menyepakati itu yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Jagalah Pilkada Serentak Kondusif, Bawaslu Pantau Materi Khotbah Agama

Jagalah Pilkada Serentak Kondusif, Bawaslu Pantau Materi Khotbah Agama

Berkaca dari Pilkada DKI Jakarta, Tubuh Pengawas Pemilu atau Bawaslu menyoroti materi ceramah di massa Pilkada Serentak 2018. Ceramah yang memohon beberapa jemaah pilih pemimpin sesuai sama agama yang diyakini, disadari Bawaslu jadi masalah dalam berdemokrasi.

” Itu kan jadi trouble untuk beberapa orang, Pilkada DKI-kan tensinya naik dikarenakan itu. Nah, oleh karenanya kami menginginkan tensinya turun dengan materi khotbahnya baik, ” kata Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja dalam diskusi dengan Perludem di Jakarta Selatan, Minggu (11/2/2018).

Rahmat menyebutkan, Bawaslu mengharapkan semestinya materi khotbah yang di sampaikan pada jemaah yaitu bagaimana membuat situasi berdemokrasi yang teduh, termasuk juga larangan tegas mengenai politik SARA serta money politics yaitu hal yang dilarang.

” Hal tersebut yang perlu diceramahkan tokoh agama di masjid atau gereja, bagaimana buruknya hal tersebut pada negara serta agama. Itu yang kami kehendaki ke depan, ” papar Rahmat.

Mengharapkan tidak Jadi Masalah

Manfaat wujudkan materi khotbah yang sesuai sama maksud menyejukan situasi Pilkada serentak 2018, Bawaslu juga akan membuat dasar materi khotbah dengan semua pemuka agama dari tiap-tiap keyakinan.

” Kami undang beberapa pemuka agama untuk membuat materi khotbah untuk jadi bahan rujukan khotbah yang mengingatkan antipolitik SARA, serta anti politik uang. Topik besar itu yang kita muat, ” terang Rahmat.

Rahmat mengharapkan, input Bawaslu ini tidak diributkan. Dia mengibaratkan, apa yang akan di sampaikan institusinya seperti ajakan KPK untuk mengharamkan praktek korupsi.

” Jadi kami menginginkan janganlah jadi bahan masalah. Ini seperti KPK sempat buat khotbah antikorupsi dahulu. Lah kok kami membuat ini jadi problem? ” tutur Rahmat.

5 Fakta di Balik Sosok Novel Baswedan

5 Fakta di Balik Sosok Novel Baswedan

Novel Baswedan masih berjuang untuk kesembuhannya. Mata kiri sang penyidik senior KPK itu kini berselaput putih setelah disiram air keras oleh orang tak dikenal beberapa waktu lalu.

Teror keji yang diterimanya tersebut membelalakkan mata publik, mengingat sepak terjang Novel di dunia pemberantasan korupsi. Apalagi, banyak kasus besar yang ditangani oleh sepupu Anies Baswedan tersebut.

Novel merupakan penyidik andal KPK. Dalam usia relatif muda, Novel yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 22 Juni 1977 itu telah mengungkap kasus-kasus besar di KPK.

Namun, bukan berarti usaha Novel memberantas korupsi selalu berjalan mulus. Berikut fakta-fakta seputar Novel Baswedan yang dirangkum Liputan6.com, Selasa (25/7/2017):

1. ‘Lahir’ di Kepolisian

Ternyata Novel Baswedan memulai kariernya sebagai anggota Polri. Dia lulus dari Akademi Polisi pada 1998. Lalu, pada 1999, ia ditugaskan di Polres Bengkulu sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) dengan pangkat komisaris. Di sini, Novel bertugas hingga 2005.

Karier Novel di Polres Bengkulu bersinar. Namun, suami Rina Emilda tersebut sempat tersandung kasus penganiayaan pencuri burung walet hingga menyebabkan si pencuri tewas.

Karena dalam kasus ini bukan Novel yang langsung menembak si pencuri, melainkan anak buahnya, maka karier Novel pun selamat. Dia kemudian ditarik ke Bareskrim Polri, dan pada Januari 2007, ayah lima anak itu mulai bertugas sebagai penyidik KPK.

2. Kasus Besar

Sejumlah kasus korupsi besar berhasil diungkap KPK berkat sepak terjang Novel. Pada 2011, Novel menangani perkara suap Wisma Atlet Sea Games Palembang yang telah merugikan negara Rp 30 miliar dan pengadaan Alkes dengan nilai Rp 7 miliar. Tersangka dalam kasus ini, yakni Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat yang berhasil dijebloskan ke penjara.

Masih pada 2011, Novel menyidik kasus suap pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia dengan tersangka Nunun Nurbaeti Daradjatun. Kasus ini telah merugikan negara Rp 20,8 miliar.

Pada 2011, Novel juga terlibat dalam pengungkapan kasus suap dana percepatan infrastruktur daerah yang menjadikan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka.

Lalu, pada 2012, Novel mengungkap kasus korupsi simulator SIM yang menyeret Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka. Kerugian negara di kasus ini Rp 121 miliar.

Pada 2012, Novel juga terlibat dalam penangkapan Amran Batalipu terkait suap penerbitan hak guna usaha perkebunan di Buol.

Kasus lain yang ditangani pada 2012 adalah korupsi PON Riau yang menyeret Gubernur Riau Rusli Zainal saat itu.

Selanjutnya, pada 2013, Novel menangani kasus suap kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dengan tersangka Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaq.

Kasus besar lain yang ditangani pada 2013, yakni jual beli perkara sengketa pilkada di MK dan pencucian uang dengan tersangka Akil Mochtar. Kerugian negara dalam kasus ini, yakni Rp 46 miliar dan Rp 181 miliar.

Terbaru, Novel mengungkap kasus megakorupsi proyek e-KTP yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun. Tiga orang telah menjadi tersangka, satu orang lainnya, yakni Miryam S Haryani, menjadi tersangka karena keterangan palsu dalam perkara e-KTP.

3. Ditangkap Saat Menangani Korupsi Simulator SIM

Hubungan KPK dan Polri sempat memanas pasca-penggeledahan Markas Korlantas Polri pada 30 Juli 2012 yang dipimpin oleh Novel Baswedan.

Panasnya hubungan kedua institusi tersebut bertambah, ketika KPK menetapkan mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka korupsi pengadaan simulator SIM.

Pada 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel, saat dia menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011. Penyidik KPK itu dijerat kasus dugaan penganiayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet.

Namun, pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana. Bahkan, Novel disebutkan saat itu mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik Polri dengan hukuman mendapat teguran keras.

4. 9 Pencuri Sarang Burung Walet

Tiga tahun berselang, kasus dugaan penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet kembali diarahkan pada Novel Baswedan. Dia ditangkap penyidik Bareskrim Polri pada Kamis 1 Mei 2015 dini hari. Novel dijemput dan ditangkap di rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, dan sempat ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.

Selain itu, kediaman Novel Baswedan juga digeledah oleh penyidik. Dia dinyatakan menjadi tersangka kasus penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004, sewaktu menjabat Kasat Reskrim Kepolisian Resor Kota Bengkulu.

Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Budi Waseso, sebelum ditangkap, Novel sudah dipanggil dua kali, tetapi tak pernah hadir. Karena itulah penangkapan itu dilakukan.

Sementara, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnaen mengatakan, penetapan tersangka itu bakal menyandera Novel sebagai penyidik. Selain itu, dia juga menilai kasus ini mencuat pada saat hubungan kepolisian dan KPK memanas karena dipicu penetapan tersangka terhadap calon kapolri saat itu, Komjen Budi Gunawan.

Novel didakwa dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dan Pasal 422 tentang menggunakan sarana atau paksaan, baik untuk memeras pengakuan atau mendapatkan keterangan.

Meski sempat akan ditahan, akhirnya Novel dilepas karena jaminan pimpinan KPK saat itu. Awal 2016, publik kembali dikejutkan dengan fakta bahwa kasus ini sudah dilimpahkan Kejari Bengkulu kepada PN Bengkulu untuk disidangkan. Namun, kasus ini dinyatakan melampaui batas kedaluwarsanya pada 18 Februari 2016.

Sesuai Pasal 78 ayat 3 KUHP, kejahatan dengan ancaman penjara lebih dari tiga tahun dan melewati batas 12 tahun, maka hak menuntut hukuman tersebut gugur.

5. Teror Keji

Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal, usai salat subuh di masjid dekat rumahnya, di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa 11 April 2017.

Akibatnya, Kepala Satgas Kasus e-KTP itu terluka parah di wajahnya. Novel Baswedan sempat menjalani pengobatan di Singapura setelah sebelumnya dilarikan ke RS Mitra Keluarga dan Jakarta Eye Center.

“Mengenai mata saya, memang sedang dalam proses penyembuhan terutama mata kiri yang prosesnya perlu waktu dan perlu ada tahapan operasi agar bisa fungsi melihatnya kembali,” tutur Novel melalui video yang direkam Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak, saat menjenguk Novel di sebuah rumah sakit di Singapura. Video tersebut lalu diunggah di akun Facebook PP Pemuda Muhammadiyah.

Meski telah mendapatkan teror keji ini, Novel tetap menyerukan semangat kepada masyarakat Indonesia dalam memberantas korupsi. “Saya ingin sampaikan semangat kepada rekan-rekan semuanya. Bahwa saya tentunya dengan kejadian ini berharap tidak akan mengendur atau berkurang semangatnya,” ujar dia.

Kasatgas kasus e-KTP itu justru berharap agar kejadian yang menimpa dirinya dapat menambah semangat dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.

“Saya justru berharap dengan kejadian ini menambah semangat terkait dengan pemberantasan korupsi, terkait hal-hal lain yang merupakan tugas dan tanggung jawab kita semua,” kata Novel.

Djarot Sebut Ahok Korban Politik

Djarot Sebut Ahok Korban Politik

lubangsemutmerah – Jakarta Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, sistem pengadilan Indonesia seharusnya dapat dievaluasi kembali. Sebab kata Djarot, secara terperinci Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok hanyalah korban dari politik.

Terkait pembatalan banding Ahok, Djarot mendukung apapun keputusan dari pihak keluarga.

“Itu infonya dari permintaan keluarga, udah terima seperti itu. Tapi kalau mau kita mengkaji lebih dalam, Pak Ahok itu korban politik,” ucap Djarot di Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Mantan Wali Kota Blitar ini berpendapat, keputusan keluarga Ahok tersebut untuk mengurangi adanya tekanan oleh pihak-pihak​ yang berkepentingan.

“Terjadi pressure lagi, gaduh lagi, dan pengadilan kita gampang di pressure dalam memberikan keputusan,” ujar Djarot.

Sebelumnya, keluarga Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah mencabut banding. Hal ini disampaikan Ahok melalui surat yang dibacakan istrinya, Veronica Tan.

Menurut Veronica, keluarga selalu mendukung apa yang menjadi putusan mantan Bupati Belitung Timur itu. Bahkan keluarganya mendukung Ahok untuk menjalani hukuman vonis 2 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

“Dari pertama pada saat Bapak menjabat sebagai gubernur, sampai menjadi tersangka, sampai pada proses hari ini, kami sekeluarga sudah merasa cukup. Untuk melanjutkan apa yang harus kami lakukan. Kami dengan anak-anak dan keluarga akan men-support bapak menjalani hukuman ini,” ucap Veronica di Menteng, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Baik kuasa hukum maupun dari pihak keluarga, ia menjelaskan, menyadari keputusan Ahok mencabut banding.

“Dalam arti, biar Bapak jalankan ini saja. Karena untuk kepentingan semua, kepentingan bersama,” kata Veronica.

Karena itu dengan tegas, lanjut Veronica, pihak keluarga tidak akan memperpanjang lagi dan menjalankan apa yang sudah diputuskan.

“Kita akan men-support, mendukung Bapak menjalankan ini,” ujar Veronica.

Ahok mencabut banding putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memvonisnya hukuman penjara 2 tahun. Keputusan ini disampaikan Ahok melalui keluarga dan pengacaranya.

“Pak Ahok mengalah untuk umum,” ujar salah satu pengacara Ahok, I Wayan Sudirta, dalam konferensi pers di sebuah restoran di Menteng, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Menurut Sudirta, Ahok dan keluarga juga menghormati pengadilan. Dia juga memaklumi majelis hakim yang memutus kasus penistaan agama itu.

Tak Ada Dasar Hukum Presiden Menyebut Dirinya Panglima Tertinggi TNI

Tak Ada Dasar Hukum Presiden Menyebut Dirinya Panglima Tertinggi TNI | PUNGKAS : Tedjo Edhi
jok

Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhi Purdijatno menegaskan bahwa Presiden bukanlah Panglima tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Kata dia, Presiden Joko Widodo bohong jika menyebut dirinya sebagai Panglima tertingi TNI. Tak ada dasar hukum mana pun yang berlaku di tanah air, yang menyatakan seperti yang disampaikan Jokowi.

“Jadi, kata-kata Panglima tertinggi itu tidak benar. Yang ada Presiden ialah pemegang kekuasaan tertinggi, lihat dalam Pasal 10 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” papar Tedjo dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Jakarta, Minggu (13/11).

Pada kunjungan ke Markas Besar TNI AD, Senin (7/11), Presiden Jokowi memang menyebut dirinya sebagai Panglima tertinggi TNI. Pernyataan itu ia sampaikan saat berpidato di depan prajurit TNI.

Dalam pidatonya, Jokowi juga memberikan pengarahan kepada TNI. Presiden usungan PDI-Perjuangan menyinggung soal langkah-langkah oknum tertentu yang ingin memecah belah bangsa Indonesia.

Jokowi sendiri tampak menggebu-gebu, intonasi bicaranya pun agak tinggi.

“Sebagai Panglima Tertinggi TNI, saya telah memerintahkan agar tidak mentolerir gerakan yang ingin memecah belah bangsa, mengadu domba bangsa dengan provokasi dan politisasi,” ujar Jokowi di Lapangan Mabes TNI AD, Jakarta.

Ini 3 Pembelaannya Ahmad Dhani Dituduh Menghina Jokowi

Ini 3 Pembelaannya Ahmad Dhani Dituduh Menghina Jokowi

adm

Dua organisasi pendukung Presiden Joko Widodo, yakni Laskar Rakyat Joko Widodo (LRJ) dan Pro Jokowi (Projo), melaporkan musikus Ahmad Dhani ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Mereka menuding Dhani melecehkan Jokowi dengan ucapan yang tidak pantas dalam aksi demonstrasi pada Jumat, 4 November 2016.

Laporan itu disampaikan Ketua Umum LRJ Riano Oscha kepada Polda Metro Jaya, Senin, 7 November 2016. Menurut Riano, pihaknya membawa bukti video terkait ucapan calon Wakil Bupati Bekasi itu. “Perbuatan Dhani melawan hukum dengan dasar penghinaan pada kepala negara karena diucapkan saat orasi di depan Istana Merdeka,” ujar Riano.
Menanggapi tudingan kelompok para pendukung Presiden Jokowi tersebut, Ahmad Dhani segera menggelar jumpa pers, Senin, 7 November 2016. Ia menyangkal telah menghina Presiden Jokowi. Berikut ini tiga pembelaan Ahmad Dhani:

1. Merasa Difitnah

Melalui kuasa hukumnya, Ramdan Alamsyah, Ahmad Dhani menyampaikan bahwa tidak ada niat dirinya untuk melecehkan Presiden Jokowi seperti yang ditudingkan oleh kedua kelompok tersebut. Menurut Ahmad Dhani, ada pihak yang memutar balikkan fakta dan dia menduga mereka provokator dalam laporan tersebut.

“Kami temukan ada akun Facebook dengan nama Indra Tan yang mengaku sebagai Ahokisme, akun tersebut menyebutkan Ahmad Dhani harus menjadi tersangka,” kata Ramdan sambil menunjukkan bukti print akun Facebook itu saat menggelar jumpa pers di kediaman Ahmad Dhani di Pondok Indah, Jakarta Selatan, Senin, 7 November 2016.

2. Tak Ada Kata Jokowi

Menurut Ramdan, akun yang mengklaim bernama Indra Tan itu mengutip perkataan Ahmad Dhani seolah-olah jelas melecehkan dan menyebut nama Presiden Joko Widodo dengan nama-nama binatang. “Penggalan-penggalan video tidak sempurna dan viral tulisan dari saudara Indra Tan kita temukan tidak sesuai dengan aslinya,” kata Ramdan.

 

Ramdan menegaskan tidak ada satu pun kata ‘Jokowi’ dalam video asli yang diucapkan Ahmad Dhani saat ikut berunjuk rasa pada Jumat, 4 November 2016. Lebih lanjut pihaknya akan kembali melaporkan Indra Tan ke kepolisian, Selasa pagi, 8 November 2016, dengan Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika.

3. Rugi Ratusan Juta Rupiah

Ahmad Dhani mengklaim dia merugi ratusan juta rupiah akibat dilaporkan ke kepolisan karena dugaan penistaan Presiden Joko Widodo dalam demonstrasi 4 November 2016. Sseharusnya ada konser Dewa 19 dalam waktu dekat ini, tapi dibatalkan karena tidak dapat izin dari polisi,” kata Dhani di kediamannya di Pondok Indah.
Ahmad Dhani menjelaskan, semestinya ia menggelar konser Dewa 19 di Palembang pada 9 November 2016 dan pada 11 November 2016 di Jakarta. “Ya ruginya enggak sampai miliaran sih, ya ratusan jutalah kira-kira,” kata Dhani. Meski demikian, kata Dhani, batalnya konser tersebut cukup merugikan pihaknya.